Karena Aku (tidak) Tampan

Pada hakikatnya semua lelaki itu diciptakan tampan, tak terkecuali aku . Namun sayangnya hal itu tak jarang ku ingkari, bahkan terkadang aku merutuki diri hanya karena orang lain tak pernah mengatakan aku tampan — bahkan yang mengaku mencintaiku.

Benar, dalam penglihatan indra manusia aku memang bukan lelaki tampan. Aku sempurna, aku utuh tak kurang satu apapun. Tapi sekali lagi, aku tidak tampan.

Sebenarnya aku tak ingin menjelaskan tentang rupa-ku, hanya saja aku sedang bertanya-tanya. Apakah benar cinta itu menuntut akan keindahan paras? Ketampanan? Sebab jika benar, itu akan lebih baik bagiku. Setidaknya aku sadar, mengapa seseorang akhirnya meninggalkanku.

Lama sekali, begitu lama aku menanam keyakinan di hatiku bahwa aku ini tidak begitu tampan, setidaknya itu yang ku saksikan ketika aku bercermin. Tapi Allah dengan begitu pengasihNya sering memberiku keajaiban-keajaiban yang luar biasa dari hal yang justru jarang aku syukuri. Tentang bagaimana memperlihatkanku siapa saja yang tulus mencintaiku, dan siapa saja yang bertahan berada di sisiku. Juga tentang pemahaman bahwa tampan itu tak hanya di rupa, tapi juga di sini — di hati.

Merasa tak tampan itu ku akui merampas satu sisi kebaikan dalam diriku — mempercayai. Iya perampasan itu, menggelapkan kepercayaanku, bahwa tak akan ada yang datang untuk mencintaiku lalu bertahan. Aku pun bahkan rapuh mempercayai prasangka baikku padaNYA tentang janji bernama jodoh. Dan jelaslah krisis kepercayaan diri dan sulitnya mempercayai menjadi bumerang yang titiknya kembali padaku, aku tak menemukan apapun kecuali kekecewaan.

Tapi dari semua itu ada rahasia kecil yang tidak pernah ku tahu jawabannya, tentang mereka yang mengaku menyukaiku setelah lama mengenalku — mereka sahabat pun kawanku.

Sayang, sekali lagi disayangkan karena ketika mereka mengatakan itu. Dengan sekali langkah ku tinggalkan mereka, karena maaf jika mereka sahabat maka akan tetap seperti itu, tak lebih — sombong sekali :/

Aku tipikal orang yang tidak akan memberikan harapan palsu sedikitpun kepada yang mencintaiku, jika aku tidak mencintainya. Tapi aku juga orang yang tahu diri, hingga ketika aku mencintai seseorang aku lebih terlihat lemah dan mudah mengalah. Jadi segala sikapku bukan semata karena tidak bersyukur ataupun bersikap sombong. Hanya saja aku tak ingin menyakiti diri sendiri apalagi orang lain.

Naif memang. Tapi tidak dipungkiri wanita banyak jatuh cinta bermula dari mata. Maka aku fikir kekhawatiranku beralasan. :)

Tampan hati itu harusnya harga mati kita. Ketampanan paras? Ia hanya kerelatifan, bukan kemutlakan!
Yang mutlak ada disini — Dihati...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar